Siapa kandidat ketua umum DPP IMM 2008-2010?

Jumat, 21 Maret 2008

Iftitah


Dalam al Quran, diantaranya QS. Al Baqarah 21-22, Allah swt. menegaskan bahwa rizki dan kasih sayang-Nya berlaku bagi seluruh manusia. Dalam ayat lain, misalnya QS. 17;70, Allah memberikan berkah kepada seluruh "anak cucu Adam". Penyebutan manusia dengan kata "anak cucu Adam" merupakan pernyataan bahwa kita semua terlahir dari nenek moyang yang sama, dan lebih dari itu, memiliki posisi yang setara di hadapan-Nya. Dan dengan tugas dan hak yang sama pula, yaitu memakmurkan bumi (QS. 11;61).
Sejalan dengan ajaran yang rahmatan lil alamiin itu, pandangan keagamaan kita mestilah terbuka. Bahwa manusia lahir dari suku, bangsa, dan agama yang berbeda itu merupakan suatu hal yang tidak bisa dibantah. Namun Islam tentu saja hadir melampaui semua perbedaan itu. Pesan-pesan Islam untuk kemanusiaan jelas sekali termaktub dalam al Quran.
Setiap perbedaan yang terjadi merupakan kehendak Tuhan, sehingga kita harus mampu menyikapinya dengan bijak. Termasuk perbedaan dalam berkeyakinan. Dalam al Quran dengan sangat jelas disebutkan bahwa Allah swt. bisa saja membuat manusia berada dalam satu keyakinan saja. Namun Allah swt. ingin menguji sejauh mana kita mampu menghargai perbedaan tersebut (QS. Al Maidah 48).
Majalah Pemikiran Insight edisi kali ini mengangkat tema Membumikan Islam sebagain Agama Kemanusiaan. Tema ini menjadi sangat penting mengingat semakin menguatnya kecenderungan sebagian kalangan menjadikan islam sebagai instutusi yang ekslusif. Islam seakan-akan hanya membawa keselamatan bagi umatnya saja. Sementara umat lain dianggap orang yang tidak pantas mendapat jalan keselamatan. Sehingga terdapat kelompok yang perpandangan bahwa dialah satu-satunya yang paling benar sementara yang lain berada dalam kesesatan. Ini tentu saja sangat berbeda dengan apa yang ditegaskan al Quran yang mengatakan bahwa hanya Allah swt. yang berhak memutuskan siapa yang benar dan siapa yang sesat.
"Dan sesungguhnya kami atau kamu, pasti berada dalam kebenaran atau kesesatan yang nyata. Katakanlah ’Kamu tidak akan ditanya tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya tentang apa yang zamu perbuat’. Katakanlah ’Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia akan memberi keputusan antar kita dengan benar’". (QS. 34;24-26)
Semoga kehadiran kami mampu membuka pandangan keagamaan kita menjadi lebih terbuka, plural, dan toleran. Kepada semua pihak diharapkan kritikan dan masukan demi perbaikan ke depan. Tak ada gading yang tak retak, tapi retak itulah yang membuktikan bahwa dia benar-benar gading ... Wassalam
Redaksi

Kopi; Si Hitam Penuh Khasiat



Siti Aisyah

Siapa yang tidak kenal kopi? minuman yang banyak digemari kaum adam ini rupanya dapat meningkatkan daya kerja otak
dan seksualitas.
Delapan puluh persen orang dewasa di dunia minum kopi sedikitnya sekali sehari. Satu cangkir kopi rata-rata mengandung 100-150 miligram kafein. Kafein yang terkandung dalam kopi dapat menstimulasi kerja otak dan syaraf lebih kuat, minumlah kopi 15 menit sebelum anda beraktifitas dan rasakan khasiatnya. Kafein yang terkandung dalam kopi termasuk dalam golongan zat yang mempunyai kemampuan menstimulan otak, jika diurai dari zat-zat lainnya, kafein berbentuk bubuk putih dengan rasa agak pahit, namun dapat memberikan kekuatan ekstra untuk melawan rasa lelah, meningkatkan kerja fisik dan meningkatkan respon pada otak dan tubuh.
Pengaruh Bagi Otak.
Bagaimana kerja kafein pada otak, sehingga meningkatkan kerja otak? Salah satu yang membuat orang mudah tidur adalah peran senyawa adenosin dalam sel otak, jika zat ini terikat oleh receptor-nya, secara otomatis memperlambat aktivitas sel tubuh, juga menyebabkan pembesaran pembuluh darah. Dan kafein dapat "memerangi" fungsi adenosin, terutama dalam membuat ikatan dengan receptor, maka Kafein dapat menghambat rasa lelah dan meningkatkan kekuatan fisik.
Kafein yang terserap masuk mengakibatkan sel tubuh tidak merespon perintah adenosin, karena receptor di otak sibuk "bermain" dengan kafein. Kafein membalikkan semua pola kerja adenosin, yang dapat menimbulkan rangsangan terhadap susunan saraf otak, mengakibatkan daya pikir menjadi lebih tajam. Kafein dapat mencapai otak dan masuk sistim saraf melalui aliran darah dalam waktu 15 menit setelah seseorang minum kopi.
Pengaruh Bagi Seksualitas
Sebuah studi yang dilakukan kelompok peneliti dari Universitas Sao Paulo, Brasil. Menyebutkan pria yang rutin minum secangkir kopi setiap paginya, memiliki sperma yang mampu berenang lebih lincah dibanding pria yang tidak minum kopi dipagi hari. Mereka meneliti 750 pria yang akan melakukan vasektomi dan membaginya dalam empat kelompok berdasarkan jumlah kopi yang mereka konsumsi, yakni: mereka yang tak minum kopi, peminum kopi ringan (antara satu sampai tiga cangkir kopi per hari), peminum kopi sedang (antara empat-enam cangkir per hari) dan peminum kopi berat (lebih dari enam cangkir per hari). Penelitian ini menggunakan ukuran skala cangkir 100 ml.
Hasilnya, mereka yang mengkonsumsi kopi secara rutin setiap harinya memiliki kualitas sperma yang jauh lebih sehat dibanding yang tidak mengkonsumsi kopi. Kandungan kafein dalam kopi membantu sperma mampu berenang lebih cepat selain membantu memperbaiki sample sperma dalam proses IVF (in-vitro fertilisation), metode pembuahan di luar rahim (lihat Jurnal hasil konferensi American Society for Reproductive Medicine, di San Antonio)
Kelebihan kadar kafein dalam tubuh dapat mengganggu kesehatan, antara lain berupa sakit kepala, pegal otot, sulit tidur dan banyak buang air kecil. Menurut Dr. Hardinsyah, MS, "Dosis kafein yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan adalah bila lebih dari 500 mg kafein perhari yang setara dengan 4-5 gelas kopi instan atau 10 kaleng coca cola sehari". Konsumsi kopi berlebih dapat mengurangi kesuburan wanita, terlebih dikombinasikan dengan alkohol, bagi wanita usia monopause, minum kopi dalam jumlah banyak bisa menambah risiko kekeroposan tulang (osteoporosis). Kafein dalam jumlah yang lebih besar (yang dikandung oleh -misal- 10 cangkir kopi yang diminum berturut-turut) juga akan bersifat racun bagi tubuh. Efek yang ditimbulkan antara lain: muntah, demam, dan kebingungan secara mental. Kafein dalam jumlah yang sangat besar bahkan dapat menjadi zat yang mematikan.
Minuman mengandung kafein sebaiknya tidak diminum saat olahraga dan setelah olahraga karena kafein bersifat diuritik, yakni menyebabkan pengeluaran urin berlebihan. Sementara saat olahraga, tubuh banyak kehilangan cairan. Upayakan minum air putih atau air mineral ketika dan setelah olahraga.
Tetapi mengkonsumsi kopi dalam jumlah terukur 240 mg per hari akan membawa khasiat bagi yang menikmatnya, minumlah kopi demi kebugaran dan kesehatan tubuh serta otak. Tetapi, jika mengkonsumsi apapun dalam jumlah yang berlebih, maka akan berdampak negatif pada tubuh. Untuk itu, jangan mengkonsumsi kopi dalam jumlah berlebihan demi kesehatan anda ...

BINGUNG DILANDA KEBINGUNGAN





Imas Musfiroh



Siang buta segelintir insan mulai berdatangan tanpa kenal lelah dengan kegiatannya. Alunan keyboard mulai terdengar dengan nada indahnya hingga ke telinga bahkan ke hati…. (emang dasar musisi, apa-apa langsung ke hati).
Alunan indah itu terdengar dari pojok ruangan gelap, sunyi tapi ramai.(nah, apaan tuch?)
Matcul(bisa dibilang dia ketua dalam tarik suara). Matcul hendak berkata "yo semuanya bikin lingkaran, abis itu kita langsung lari-lari 3 keliling, masuk lagi ke dalam ruangan. MULAI!!!" Begitu selese lari, si matcul kena teguran dari karyawan tempat situ, coz bikin orang pada keluar ruangan. Si matcul emang tidak pernah merasa dengan hal itu…, emang dasar matcul-matcul. Karyawan itu bilang: "ni udah kaya gempa, kalo bangunan ini jatuh gimana??".
"Aku pikir si, emang ngaco, masa iya keliling gedung perkuliahan di lantai 7 sebanyak lebih kurang 50an orang gitu (itu pun lari). Ya aku si ikutin ja dulu apa kata ketua(ye ga?)
"Semua membentuk barisan sesuai barisan teater. Dan olvok baru deh tuh dimulai ma matcul juga, yah lagi-lagi dengan matcul(nikmatin aja dah).
"Olvok udah kelar, baru deh latihan lagu INDONESIA RAYA… heuh asli aku bingung, padahal itu lagu dari TK juga udah dapet kita. Tapi aku baru nyadar itu lagu susah-susah gampang. Pembaca mau tau ga kenapa kita latihan lagu itu, yaa karena kita dapet undangan diminta ngisi lagu itu dalam acara MUNAS (Musyawarah Nasional) di salah satu hotel berbintang."
Manager hendak berkata "begini, kita diminta buat ngisi acara dengan lagu Indonesia Raya, nah kita diminta 52orang dan itu artinya berpasangan dengan pakai pakaian adat sebanyak 26propinsi." Yang aku bingung, kita kekurangan orang dan belum tentu juga orang-orangnya bakal komit.
Fitrah ambil sikap, dia ngeluarin rasanya, "gini lu(sang manager LULU), kalo menurut saya, kita pastiin nama-namanya dan kita bikin pernyataan kesanggupan buat terus latihan."

"Kabar baik, kita langsung ja, bicarain acara ini! Kami minta pernyataan jelas, berapa kami dibayar?"
"Peraz tanpa pikir lamanya, dia jawab:kami menyediakan 5 juta"
"Dalam hati lulu menggerutu, acara segini besar budget segitu, tidak masuk akal"
Ahirnya lulu mengambil keputusan kami tidak ambil acara itu. Stresnya sang manager dengan acara itu, dia berusaha memberi motivasi pada semua teman-teman yang terlibat, agar teman-teman tidak kecewa.
Lulu memberitakan pada teman yang terlibat bahwa kita tidak jadi untuk mengisi acara itu, (terbesit rasa sedikit kecewa pasti ada dalam diri temen-temen semuanya.)
"Namun kami mendapat kompensasi selama latihan". Sang manager menghibur kami (sebutlah bahasa kita dengan kata OT-AN, organ tunggal bho, hee…)
"Dan setiap orangnya, kami bergilir ot-an, dan selesai ot-an…kami masih kumpul (namun hanya segelintir saja), di sana kami senda gurau, latihan bareng, canda bareng, nyanyi bareng, dan kami selalu tampil bareng dengan gaya yang ok"
Dalam beberapa menit, lulu bicara " eh ada yang pumya pulsa ga?" anak-anak pada jawab "ga"
"Tapi aku sendiri ga jawab, bahkan aku bertanya menegaskan "ka lulu butuh pulsa?"
"Ya, lagi butuh banget buat masalah yang tadi" jawab lulu dengan wajah yang begitu risau
"Aku serahin ja hpku ke ka lulu (seolah ada pulsa)"
Dengan wajah yang serius dan pusing, ka lulu ngetik sms (mungkin banyak dan memang penting banget) dan setelah itu ia kirim, dan dia bingung.
"Nay (nama panggilan aku), ko pengiriman gagal?" lulu terenyah bertanya
"Ouh… emang kaka ga dicek dulu pulsanya
"Anak-anak pun, langsung kaget dengan sikap nay pada lulu yang sedang pusing banget, yah dan lulu pun ketawa tapi marah-marah ngomel gitu, dan aku cuma ga abis pikir, manager keadaannya lagi begitu, aku dengan berani ngerjain dia"
Ahirnya aku dihukum, disuruh ngaransmen liriknya dan maksud isi lirik itu. Aku jelas bingung, coz isinya ga jelas gitu. Dan aku mau nerima tantangan itu asalkan aku tantangin hal yang sama.
Aku sendiri aja bingung ma puisi aku sendiri. Kalau kaka paham, aku punya game. Aku tantangin kaka arransmen ni lirik. Yadalah ga usah banyak ribet, key. Gini nich isinye
Bingung
Aku bingung
Dia bingung
Mereka bingung
Bingung mereka
Bingung dia
Bingung aku
Bikin bingung
Bingung bikin bingung
Bingung bikin mereka jadi bingung
Bingung bikin dia jadi bingung
Bingung bikin aku jadi bingung
Bingung mereka bingung dia
Bingung dia bingung mereka
Bingung mereka bingung aku
Ketiganya sama-sama bingung
Hanya orang gila yang tidak bingung
Bingungkah anda?
Pasti pada pade bingung kan ….(hehehe)
Aku juga bingung…….. yah met nafsir ni lirik n arransmen ya!!!!!!!!
"Ahirnya kami saling menerima tantangan yang terbilang konyol, dan teman-teman pun saling berlomba mengartikan isi, ehmmmm tentunya pada arransmen lagu. Yaaah itung-itung mencoba untuk menjadi arranger."
GINYOL, k.mukti, 23 feb 2008

Senin, 17 Maret 2008

Meretas Jalan Globalisme Islam

Ma`ruf Muttaqin

Pendahuluan

Ratusan tahun silam, jauh sebelum Masehi, orang-orang dari India sudah datang ke desa kita, mengajarkan titah Sidarta Gautama, membeli rempah-rempah dan lain sebagainya. Bahkan Alexander Agung pernah menyatukan separuh dunia di dalam rengkuhannya. Jalur Sutra juga sudah menghubungkan orang-orang dari daratan Eropa dan Asia beberapa ratus tahun silam. Sekitar abad 14 atau 15, Haramain (Mekkah dan Medinah), telah menjadi lokus utama tempat para ulama dari seluruh dunia Muslim berinteraksi membangun jaringan “global”. Tapi, semua itu dibangun dengan batasan ruang dan waktu yang teramat luas dan lama.

Bayangkan dunia saat ini, dengan jaringan komunikasi dan transportasi global semuanya bisa dipermudah dan dipercepat hanya dalam sepersekian jam, menit bahkan detik. The world is flat, demikian Thomas L. Friedman mengilustrasikan dunia yang semakin tanpa batasan (borderless) ruang dan waktu. Sayangnya, tidak semua orang bisa menerima akselerasi perubahan dunia dengan mudah. Masih banyak yang menganggap bahwa apa yang disebut dengan posmodernitas dan globalisasi telah mendehumanisasi kemanusian manusia. Membuat kehidupan menjadi penuh dengan main-main dan bersenda gurau (laiba wa lahwa).

Ernest Gelner, seorang intelektual yang sangat fasih berbicara tentang peradaban bahkan menyebut kedua istilah tersebut sebagai istilah mutakhir dari relativisme kuno. Sedang Akbar S. Ahmed intelektual muslim yang menulis buku fenomenal tentang “Islam dan Posmodernisme” menyebut kedua istilah tersebut sebagai ancaman serius bagi dunia Islam, bahkan lebih berbahaya dari kekuatan militer sekalipun. Berbeda dengan apa yang ditawarkan Sayyed Hussein Nashr dalam menghadapi modernitas ataupun posmodernitas secara lebih realistis, baginya modernisme maupun posmodernisme merupakan realitas dan tidak mungkin kita bisa mengelak. Maka hadapi, hayati dengan kritis dan nikmati dengan batasan. Dan fides quern intellectum (rasionalitas keimanan) adalah jalan satu-satunya untuk menjawab realitas tersebut.

Hanya saja resep-resep tersebut belakangan juga dirasakan kurang cukup mampu memberikan tawaran pertahanan, karena ternyata arus deras globalisai dan efek posmodernitas telah masuk dalam tiap sisi kehidupan ummat Islam. Belakangan, Ernest Gelner dan Akbar S. Ahmed dinilai gagal dalam membaca dan menempatkan posmodernisme; apakah posmodernisme dianggap sebagai counter terhadap modernisme atau malah sebagai high modernisme. Sementara rasionalisasi keimanan yang ditawarkan Nashr atau yang kini dimamah biakan oleh Alm. Caknur dan kalangan liberal juga dianggap kurang realistis.

Metafora Globalisme

Setiap manusia adalah melankolis, demikian uangkapan Nietzsche dalam bukunya (On the Advantage and disadvantage of history of life) yang tampaknya pas dengan fenomena yang terjadi dalam realitas wacana dan kehidupan manusia saat ini. Pasalnya, manusia terkadang merasa tidak nyaman dalam kehidupan yang nyata.

Ketidak realistisan resep-resep untuk menghadapi posmodernitas pada akhirnya melahirkan sikap-sikap pesimistis terhadap kehidupan, lebih lanjut muncul memori-memori yang mengharapkan kehidupan pra-modern hadir kembali di era kekiniian. Sekaligus melakukan oposisi terhadap realitas kehidupan masa kini.

Sebagai bentuk perlawanan tersebut maka, muncullah apa yang disebut dengan fundamentalisme, yang dikemudian hari melahirkan eukumenisme global dalam ummat Kristen dan globalisme Islam dalam dunia Islam. Hanya saja karena adanya perbedaan pemahaman terkait otoritas gereja dalam ummat kristiani. Dan karena potensi-potensi yang ada saat ini lebih dimiliki Islam maka harapan globalisme hanya dimungkinkan dalam dunia Islam (Turner, 1994).

Lihat saja bagaimana PKS ataupun Hizbut Tahrir maupun gerakan-gerakan Islamisme lain yang menunjukan militansi dan harapan-harapan penegakan syari’at Islam kian menggejala dan menjadi fenomena tersendiri dalam belantara diskursus pewacanaan kebangsaan saat ini.

Hizbut Tahrir misalnya, sebagai sebuah gerakan politik global merupakan sebuah fenomena yang lahir dari proses de-fragmentasi keyakinan akan keabsolutan agama. Kelahirannya ditujukan untuk mengutuk dan mengatakan tidak pada posmodernitas yang nyata-nyata mengancam keabsolutan nilai-nilai agama oleh mainstreaming budaya masa (globalisasi) yang penuh dengan parodi, kebohongan dan hiperrealitas.

Akhirnya, muncul keyakinan bahwa posmodernisme mengancam akan mendekonstruksi seluruh penjelasan teologis tentang realitas menjadi sekedar cerita-cerita bohong atau narasi-narasi besar mitis yang menyembunyikan anggapan-anggapan yang salah terhadap kehidupan dan realitas (metaphoricality).

Dalam era-modern, gerakan Islam seperti Muhammadiyah, persis dan gerakan salafiyahlainnya merespons modernisasi dengan membangun etika kerja keras dan disiplin diri yang asketik. Guratan sejarah dan artefak peradaban tersebut belakangan dikukuhkan sebagai keberhasilan Muhammadiyah dan gerakan Islam modernis lainnya meminjam istilah Ernest Gellner dalam menciptakan masyarakat Islam yang berkebudayaan tinggi—high-Islam.

Sedang Islam kontemporer seperti HTI dan Majlis Mujahidin merespons postmodernitas dengan politik komunitas global yang sifatnya fundamental dan dengan etika kesucian moral yang anti konsumerisme dengan didasarkan pada doktrin-doktrin Islam klasik. Atau apa yang lebih dikenal dengan Islamisme, yaitu pandangan holistic yang menganggap Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Pandangan hidup yang juga merupakan fondasi awal menuju pembentukan masyarakat (takwinul ummat) yang berskala global.

Sebatas ini, ide globalisme merupakan sebuah keniscayaan. Disamping karena hampir seluruh mode gerakan Islam kini mulai menemukan titik temu permasalahan yang mengancam keabsolutan fondasi keagamaan. Juga karena ancaman tersebut ternyata membuat mode gerakan Islam berhasil menemukan alasan globalisme Islam.

Meski memang tetap saja paradoks, karena nyatanya ancaman yang dalam publik intelektual Indonesia kita kenal dengan istilah efek posmodernitas; mulai dari globalisme, multikulturalisme, ataupun liberalisme dan terutama globalisasi nyata-nyata telah meniscayakan sistem komunikasi global yang membuat arus informasi Islam terkoneksi secara global. Komunikasi global juga meniscayakan dunia Islam membuka diri dan berinteraksi dengan pluralitas kebudayaan yang konsumtif dan hedonis. Yang secara tidak disadari pula telah ikut andil memberi harapan globalisme Islam.

Globalisme Islam niscaya akan semakin paradoks, bila kita beralih pada permasalahan yang paling fundamental dari ide globalisme Islam yakni otoritas dan kepemimpinan. Maka, akan kita dapati bahwa ternyata permaslahan utama dari upaya globalisme Islam adalah perdebatan mengenai otoritas, baik otoritas lokal maupun otoritas global. Karena cita-cita utama globalisme Islam adalah melindungi dan mengamankan regulasi dalam tataran lokal maupun global.

Eukumenisme atau ide penyatuan ummat kristiani misalnya juga tidak pernah nyata dalam sejarah dunia hanya karena pertentangan otoritas gereja. Begitupun Islam yang bagi Briyan S. Turner ataupun Ernest Gelner disebut-sebut sebagai satu-satunya agama yang akan mampu mempraktekan ide globalismenya, juga ternyata selalu diwarnai pertentangan dan perebutan otoritas setelah munculnya istilah khilafah, sultah dan Imamah yang hingga saat ini juga tak pernah selesai diperdebatkan.

Kedua bentuk otoritas tersebut juga ternyata tak cukup kuat untuk mengusung ide globalisme Islam. Legitimasi, sultah ataupun khilafah dalam terminologi dan perspektif Sunni sangatlah lemah, karena Khilafah dalam term dan perspektif Sunni sangatlah uthopis, dan terkadang sekuler akibat dari hasrat kekuasaan yang tak mampu diredam dalam sistem ini. Karena kelemahan itulah, logika kepemimpinan dalam Sunni tak jarang dibangun dengan cucuran darah dan air mata, layaknya Yazid bin Muawiyah yang merebut otoritas dengan membantai Hussein putra Imam Ali di karbala. Sementara itu, kitapun belum tentu bisa sreg secara penuh dengan konsep Imamah yang sangat patrimonial dalam perspektif syi’ah.

Calvinisme atau etos kerja yang ditunjukan Islam modernis dan fundamentalisme yang dilahirkan oleh Islam kontemporer merupakan dua hal yang tampaknya harus direthinking. Karena ternyata, baik calvinisme yang diyakini Islam modernis seperti muhammadiyah maupun fundamentalisme yang dipegang Hizbut Tahrir merupakan sikap-sikap yang lahir dari keyakinan ummat Islam yang melankolis dan kadang tidak cukup menyelesaikan masalah.

Kesimpulan

Meski fundamentalisme telah banyak dijadikan pilihan terakhir dalam mengahadapi tantangan posmodernitas oleh gerakan Islam kontemporer, tawaran untuk berdialog dengan posmodernitas merupakan jalan lain yang tampaknya patut dipertimbangkan untuk menjalankan kehidupan selanjutnya. Karena walau bagaimanapun, posmodernisme pada dasarnya bertujuan untuk membongkar apa yang diyakini kaum fundamentalis sebagai narasi dan kebohongan hidup. Dengan demikian bahwa, fundamentalisme Islam sebetulnya bukanlah satu-satunya jalan untuk meneruskan kehidupan selanjutnya. Globalisme Islam juga bisa saja dimaknai lain tanpa Khilafah ataupun Imamah, dan bahwa another world is possible.

Penulis adalah Sekretaris Umum Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Ciputat 2006-2007

Islam Agama Kemanusiaan


Abrar Aziz

Umat Islam meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya jalan keluar dari berbagai masalah yang menimpa dunia dewasa ini. Setiap muslim juga yakin bahwa Islam sangat relevan dalam setiap waktu dan tempat (shalihun li kulli zamani wa makani). Tapi terkadang timbul pertanyaan dalam benak kita ketika melihat relitas bahwa banyak umat Islam yang bertindak jauh dari nilai-nilai luhur keislaman. Apakah benar islam yang diturunkan lima belas abad yang lalu masih mampu menyelesaikan polemik persoalan manusia modern yang sudah jauh berkembang?. Pertanyaan ini muncul setelah kita melihat fakta banyaknya insiden kekerasan bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh sesama umat Islam.


Selain itu, kemajuan teknologi yang demikian pesat ternyata juga menimbulkan masalah yang tidak sederhana. Kondisi global tersebut meniscayakan terjadinya gerak arus informasi yang sangat dahsyat. Arus ini tidak hanya membawa pengetahuan, tetapi juga nilai. Nilai-nilai yang berkembang pada akhirnya akan membawa kita pada pola hidup yang beragam. Salah satu implikasinya adalah menyebarnya nilai-nilai materialisme, pragmatisme, dan hedonisme yang pada akhirnya menyudutkan agama pada posisi yang memprihatinkan. Masyarakat kita kemudian menjadi masyarakat yang penuh dengan kelonggaran-kelonggaran, pergaulan bebas, budaya korupsi, dan gejala negative lainnya.


Kemajuan teknologi ternyata juga membawa problematika kemanusiaan. Menurut Kuntowidjoyo, dunia modern sesungguhnya menyimpan potensi yang dapat menghancurkan martabat manusia. Umat manusia telah berhasil menorganisasikan ekonomi, menata struktur politik serta membangun peradaban maju. Tetapi pada saat yang sama, kita menyaksikan bagaimana manusia telah menjadi tawanan dari hasil ciptaannya sendiri. Dunia modern telah berhasil melepaskan manusia dari belenggu dunia mistik yang irrasional, namun manusia gagal melepaskan diri dari belenggu yang lain, yaitu penghambaan terhadap diri sendiri. Inilah yang menyebabkan manusia menganggap orang lain sebagai subordinat dan kurang penting keberadaannya.


Dengan demikian masihkan kita harus percaya bahwa Islam adalah satu-satunya jalan keluar dari berbagai masalah yang kita hadapi? sementara kenyataan menunjukkan bahwa dunia hari ini telah jauh meninggalkan dunia dimana Islam diturunkan.


Untuk menjawab keraguan itu, marilah kita mulai dengan memberikan pemahaman yang benar tentang agama. Untuk siapa agama diciptakan? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat menentukan sikap keberislaman kita. Dalam ayat terakhir yang Allah turunkan kepada nabi Muhammad saw. jelas disebutkan bahwa Islam diturunkan untuk kepentingan manusia (al yauma akmaltu lakum diinakum). Ajaran ini diperjelas oleh Rasulullah ketika melaksanakan haji wada` melalui pidatonya yang mengatakan bahwa turunnya wahyu secara umum memiliki tiga tujuan, pertama, untuk menyatakan kebenaran. Kedua, untuk melawan penindasan, dan ketiga, membangun ummat yang didasarkan kesetaraan, keadilan dan kasih sayang. Pada banyak tempat dalam al Quran juga disebutkan tentang dimensi kemanusiaan Islam. Seperti adanya prinsip humanisasi (kemanusiaan), liberasi (pembebsan), dan transendensi (Q.S Ali Imran 110). Bahkan orang yang tidak peka terhadap nilai-nilai kemanusiaan disebut sebagai pendusta agama (Q.S Al Ma`un 1-3).


Pemahaman keislaman seperti ini menjadi sangat penting ketika kita melihat kenyataan banyak umat Islam yang menganggap bahwa Islam adalah agama Tuhan. Hal ini membuat sebagian kita merasa berhak mengatasnamakan Tuhan dan menghakimi pihak lain yang berbeda pandangan. Konflik atas nama agama yang terjadi belakangan ini membuat kita sangat prihatin. Bagaimana mungkin orang yang mengaku beragama sampai hati melakukan kekerasan terhadap saudara seiman hanya karena beda pemahaman? Padalah Islam lahir sebagai rahmat bagi seluruh alam. Namun, yang terjadi adalah saling curiga dan benci antar sesame kelompok Islam.


Akibat lain dari pemahaman yang kurang tepat terhadap Islam adalah lebih dominannya keberagamaan simbolik dibanding keberagamaan substansial. Umat Islam kemudian hanya mementingkan simbol-simbol agama tanpa mampu menghayati makna agama yang sesungguhnya. Yang terjadi kemudian adalah banyaknya ritual-ritual kering tanpa makna. Bukti nyata dari kondisi adalah semakin meningkatnya jumlah jemaah haji dari Indonesia ditengah semakin meningkatnya angka kemiskinan. Ironis memang, orang Islam yang melakukan ibadah haji setiap tahun terus bertambah, namun tingkat kemiskinan rakyat Indonesia tidak berkurang. Ini membuktikan bahwa keberagamaan kita telah kehilangan ruhnya. Banyaknya orang muslim yang kaya ternyata tidak membuat angka kemiskinan berkurang. Ini disebabkan oleh pemahaman bahwa ibadah adalah urusan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan orang lain.


Padahal dalam al Quran seringkali kata iman disandingkan dengan kata amal shaleh. Ini menunjukkan bahwa iman (orientasi ketuhanan) harus diikuti dengan amal shaleh (orientasi kemusiaan). Yang disebut kebaikan adalah ketika keimanan dan aksi sosial dilaksanakan sejalan (Q.S Al Baqarah 177). Maka dimensi keimanan tidak akan ada artinya jika tidak diikuti dengan amal. Jika keimanan terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan, maka amal shaleh adalah hubungan dengan sesama manusia sebagai wujud kongkrit dari keimanan.


Landasan normative persaudaraan kasih sayang antar umat manusia terdapat dalam al Quran yang menyatakan bahwa keragaman suku bangsa merupakan sunatullah (ketetapan Allah), namun perbedaan itu tidak dimaksudkan agar manusia saling bermusuhan, melainkan untuk saling mengenal dan menjalin persaudaraan (Q.S Al Hujurat 13). Bahkan secara eksplisit Allah menyebutkan; Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu akan dijadikannya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu…(Q.S Al Maidah 48).


Keragaman yang dibangun Tuhan dalam kosmologi kehidupan manusia ini tidak dimaksudkan untuk mensubordinatkan satu sama lain. Perbedaan tidak menunjukkan kemuliaan satu sama lainnya. Yang membedakan manusia dalam pandangan Tuhan bukanlah pada fakta perbedaan itu sendiri, melainkan upaya kita untuk memasrahkan diri (bertaqwa) dan memperbaiki kualitas diri. Dan yang meninggikan darjat manusia disisi Tuhan adalah kulaitas iman dan ilmunya (Q.S Al Mujadalah 11).


Kenapa mesti ilmu? Ilmu adalah entitas penting dalam peradaban manusia untuk mencapai kemajuan. Ilmu juga yang membuat manusia mampu menghargai orang lain. Secara kasat mata kita dapat melihat perbedaan cara menyelesaikan masalah antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Iman dan ilmu adalah syarat mutlak yang harus dimiliki agar kita dapat menempatkan agama pada posisi yang sebenarnya. Tidak ada rumusan bahwa orang yang beriman dan berilmu dapat secara membabi buta merusak dan menghancurkan rumah ibadah, meledakkan bom di tengah keramaian, atau menyerang kelompok yang berbeda pandangan dengannya. Inilah yang seharusnya menjadi spirit keberagamaan kita. Yaitu, meningkatkan kualitas keimanan kita dan diwujudkan dengan sikap menghargai pandangan orang lain.


Ijtihad kemanusiaan


Kembali pada pertanyaan awal, bagaimana Islam yang diturunkan lima belas abad yang lalu mampu menyelesaikan persoalan yang hadir hari ini? Dalam Islam kita mengenal istilah ijtihad, yaitu sebuah upaya sungguh-sungguh mengokohkan ajaran Islam dari sisi ajaran yang dibawanya. Metodologi ijtihad perlu dikembangkan sesuai dengan persoalan zaman yang dihadapinya. Hal ini perlu dilakukan mengingat secara tekstual al Quran dan Sunnah adalah naskah yang statis, sementara kehidupan manusia senantiasa dinamis dan selalu membutuhkan hal-hal yang baru. Maka tugas kita adalah bagaimana menyelesaikan persoalan yang dinamis tersebut berdasarkan teks yang sangat terbatas (statis)? Upaya ini kemudian kita kenal dengan istilah ijtihad.


Upaya inilah yang dilakukan oleh para ulama. Mereka menghadapi persoalan modern bukan dengan merubah teks, melainkan melakukan re-interpretasi terhadap teks agar sesuai dengan tuntutan zaman. Interpretasi inilah yang kemudian disebut dengan tafsir. Sehingga kita akan mudah membedakan antara teks al Quran dan penafsiran al Quran.


Spirit berijtihad lahir dari semangat mengfungsikan akal dengan menggunakan teks sebagai landasan. Tujuannnya tentu saja tetap pada kerangka awal keberagamaan yaitu menyelasaikan masalah-masalah kemanusiaan modern. Sebagaimana disebutkan Imam Asy Syatibi bahwa tujuan dasar ditetapkannya hukum adalah untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, meliputi; 1. Menjaga agama, 2. Menjaga akal, 3. Menjaga jiwa, 4. Menjaga keturunan, dan 4. Menjaga harta. Hal ini semakin mempertegas bahwa kemanusiaan adalah cita-cita luhur dari agama.


Membumikan Agama untuk Kemanusiaan


Kondisi bangsa Indonesia yang dilanda krisis berkepanjangan membuat orang mengharap “sumbangan riil” agama sehingga agama bisa hadir membawa kesejukan ditangah badai krisis yang luar biasa derasnya. Agama harus dapat “dibumikan” dan tidak boleh dibiarkan “mengawang-ngawang” tanpa bisa dijangkau oleh pemeluknya. Karena pada kenyataannya banyak manusia merasa terasing dari kehidupan real yang dihadapi. Problem kemanusiaan seperti ini tentu saja membutuhkan kehadiran agama untuk memberikan jawaban.


Dalam konteks inilah kita perlu membumikan pesan-pesan “langit” yang hadir melalui wahyu tersebut. Agama tentu saja membutuhkan horizon yang lebih luas, sehingga dimensi kemanusiaannya lebih dominan daripada teosentrisnya. Dominasi teosentrisme dalam agama hanya akan “melangitkan” agama dan membuatnya jauh dari manusia. Hal ini seolah membenarkan tuduhan Karl Marx bahwa agama hanyalah “candu” bagi masyarakat. Jika agama benar-benar sudah jauh dari manusia, maka pantaslah “pesta kematian Tuhan” dirayakan oleh Nietzsche, Freud, Albert Camus, dll.


Menurut Masdar F. Mas`udi, agama seharusnya tampil dengan dimansi kemanusiaannya agar agama tidak hanya hadir dalam bentuk ritual-ritual simbolik dan memiliki ketegasan dalam melakukan pembelaan terhadap kemanusiaan. Dalam al Quran disebutkan bahwa Islam dihadirkan oleh Allah sebagai pembawa kasih sayang bagi alam semesta.


Kita tentu saja tidak bisa membuat agama berpihak pada manusia tanpa memahami bahwa agama diciptakan untuk manusia, bukan untuk Tuhan. Tuhan tidak butuh pembelaan, penyembahan, bahkan Dia tidak butuh apapun kecuali dirinya sendiri. Manusialah yang membutuhkan agama sebagai jalan keselamatan dan kesejahteraan. Andaikan seluruh rakyat Indonesia ingkar kepada Allah sekalipun tidak akan membuat kekuasaan-Nya berkurang. Allah tetap mahakuasa dengan atau tanpa penyembahan dari manusia.


Terakhir, mari kita mulai memaknai dimensi kemanusiaan agama dengan memandang realitas secara objektif. Jika kita hendak menolong orang lain, kita tentu saja tidak perlu menayakan apa agama dan keyakinannya. Karena kehadiran Islam, sekali lagi, bukan hanya untuk umat islam saja, melainkan menjadi pembawa kasih sayang bagi semesta. Wallahu a`lam bis shawab.


Penulis adalah Ketua Departemen Penerbitan dan Media LPP Insight 2007-2008 dan Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah 2006-2008